03.47

Gaya Bicara dalam Public Speaking

GAYA BICARA DALAM AKTIFITAS PUBLIC SPEAKING


Berbicara dalam aktifitas public speaking bukan hanya sekedar berbicara lancar dan runtut sesuai dengan topik pembicaraan, tetapi cara berbicara kita juga harus dapat membuat audiens merasa nyaman mendengarnya sehingga tujuan kita berbicara kepada audiens,meskipun sekedar untuk memberikan informasi atau untuk mempengaruhi agar audiens melakukan apa yang kita sarankan dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi public speaker mengetahui bagaimana cara berbicara yang dapat menarik dan membuat nyaman audiens dan hal itulah yang disebut gaya berbicara.


Gaya adalah seni bagaimana kita mendeliverikan, mempresentasikan atau mengekspresikan materi. Gaya ini biasanya terkait dengan konsekuensi enak dan tidak enak. Bagi kita yang tidak memilih profesi sebagai public speaker, gaya ini mungkin bisa penting dan bisa tidak. Gaya ini biasanya selalu berubah, tergantung pengalaman, selera, jam terbang, penguasaan, kepribadian, karakter personal, dan lain-lain.
Meski gaya ini variatif dan "suka-suka" kita memilihnya, tetapi ada semacam rambu-rambu umum yang perlu kita perhatikan yakni antara lain:


1. Berbicara ngelantur kemana-mana.

Ibarat masakan, terkadang kita butuh bumbu-bumbu yang ikut menambah kenikmatan dan kelezatan. Tapi bila bumbunya ini terlalu banyak, nasib menunya bisa lain. Begitu juga dengan berbicara. Terkadang kita butuh bumbu-bumbu, misalnya contoh, data, dalil, humor dan lain-lain. Tapi bila itu kebanyakan, ini akan mengalahkan materi utama yang ingin kita sampaikan. Apalagi misalnya sampai ngelanturnya itu mengkorupsi waktu orang lain. Silahkan bergaya apa saja tetapi jangan sampai ngelantur.

2. Berbicara terlalu cepat atau terlalu lambat.

Terlalu cepat dapat membuat audien tidak mengerti dan tidak bisa mengikuti jalan pikiran dan materi yang kita paparkan. Jika ini menyangkut angka atau data penting, ini bisa gawat. Begitu juga kalau terlalu lambat. Ini bisa membuat orang ngelamun atau kurang semangat mengikuti kita. Idealnya, kita perlu memperkirakan antara 80-100 kata dalam satu menit.

3. Suara terlalu tinggi atau terlalu rendah.

Jangan meninggikan suara sampai dapat menganggu audien tetapi juga jangan terlalu merendahkan suara sampai tidak jelas didengar. Sebisa mungkin, kita perlu mengatur nada, irama dan tekanan. Artinya, ada beberapa hal yang perlu kita keraskan, datarkan dan rendahkan. Untuk yang sudah punya jam terbang tinggi, ini biasanya terjadi secara otomatik. Tetapi untuk pemula, ini perlu kita latih dalam visualisasi.

4. Terlalu banyak gerak atau terlalu diam.

Gaya apapun yang kita pilih, itu suka-suka kita. Tetapi, hendaknya kita perlu menghindari praktek "overacting" atau "underacting" (terlalu diam) sehingga terkesan seolah-olah tidak ada interaksi antara kita dengan audien. Karena itu ada saran agar kita bisa menatap satu persatu dalam hitungan detik supaya muncul interaksi.

5. Terlalu rumit atau terlalu banyak poin yang penting.

Gaya apapun yang kita pilih hendaknya perlu kita desain agar dapat membantu menyederhanakan persoalan yang kita sampaikan. Jika ada istilah-istilah asing yang tidak umum, kita pun perlu menjelaskannya dengan bahasa yang kira-kira bisa dipahami oleh audien. Ini bisa kita lakukan dengan contoh, analogi, penjelasan dari kita, dan lain-lain.
Begitu juga dengan poin-poin yang kita anggap penting itu. Belum tentu apa yang kita anggap penting itu akan penting juga bagi audien. Belum tentu apa yang penting bagi kita dan audien akan dianggap penting oleh mereka. Karena itu perlu ada pengarahan dan penyiasatan yang didukung oleh gaya bicara. Jika kita harus menjelaskan persoalan yang banyak sekali poin-poin yang penting, ini butuh metode yang kira-kira bisa diikuti, misalnya dengan nomor: pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya atau dengan istilah seperti judul, sub judul, sub-sub judul, dan lain-lain.

Selain sebagai seni dalam penyampaian materi, gaya bicara juga berkaitan dengan etika dalam berbicara, karena apabila gaya berbicara seseorang sudah maksimal dan sesuai dengan audiens tetapi melanggar etika yang ada dimasyarakat maka ini juga akan berpengaruh pada penerimaan audiens dan menjadi tidak berkenan untuk menyimak pembicaraan kita. Etika ini meliputi kepantasan dan ketidakpantasan; kesopanan dan ketidaksopanan.
Beberapa hal yang sering dianggap etika umum dalam berbicara di depan publik itu antara lain:

1. Salah menyebut orang atau menyebut orang dengan sebutan / sapaan yang berpotensi dirasakan tidak enak, misalnya: ibu yang gendut itu, mas yang kurus, bapak yang berkacamata, mbak yang berkulit hitam, dan seterusnya. Akan lebih safe kalau kita menyebut namanya saja ditambah dengan kata-kata yang memuliakan, seperti: pak, bu, mas, dan seterusnya.

2. Memberikan contoh yang menyinggung atau menyakiti orang, terutama dari audien. Pilihlah contoh, anekdot atau kiasan yang kira-kira dapat membantu penjelasan kita, tetapi juga perlu kita pikirkan efeknya bagi orang lain.

3. Menganggap audien sebagai orang yang bodoh dan menganggap kita lebih jago. Ini biasanya tidak kita ucapkan lewat mulut, tetapi kita praktekkan melalui tanggapan atau penjelasan. Di depan orang banyak, pertanyaan seperti apapun perlu kita tanggapi secara bijak dan dengan logika-logika yang positif. Untuk menekan perasaan demikian, hindari motif-motif untuk menonjolkan diri, misalnya ingin dianggap orang hebat, orang pintar, dan lain-lain. Batasi pikiran untuk hanya berkesimpulan bahwa di situ kita hanya menjelaskan sesuatu dan bila ada yang kurang kita perbiki. Titik.

4. Tidak "melek-sponsor". Ini biasanya digunakan untuk menyebut artis, penyanyi, mc, atau pembicara yang tidak menyebut atau mempromosikan sponsor yang menyelenggarakan acara. Meski kita bukan artis atau penyanyi tetapi akan lebih etis kalau kita mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang menurut kita telah memberikan kontribusi.

5. Jauhi mannerisms, seperti garuk-garuk kepala, merapikan baju, mengusap muka, hidung, telinga, melihat dasi atau sepatu, dan lain-lain. Intinya, kita perlu mengkondisikan diri se-informal mungkin tetapi perlu menghindari hal-hal kecil yang berpotensi dianggap sebagai ketabuan atau ketidakpantasan.

Selain yang telah disebutkan diatas, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan seorang public speaker saat berbicara yang dapat diselaraskan dengan gaya bicara public speaker tersebut, yaitu :
1. Intonasi (intonation), nada suara, irama bicara, atau alunan nada dalam melafalkan kata-kata.
2. Aksentuasi (accentuation) atau logat, dialek. Lakukan stressing pada kata-kata tertentu yang dianggap penting.
3. Kecepatan (speed). Jangan bicara terlalu cepat.
4. Infleksi – lagu kalimat, perubahan nada suara; hindari pengucapan yang sama bagi setiap kata. Infleksi naik (go up) menunjukkan adanya lanjutan, menurun (go down) tunjukkan akhir kalimat.
5. Audible, bicaralah agak keras agar cukup terdengar
6. Clarity, ucapkan setiap kata dengan jelas
7. Gunakan kata berona (colorfull word) yang melukiskan sikap, perasaan, keadaan. Misalnya kata “terisak-isak” lebih berona daripada kata “menangis”; kata “matanya berbinar-binar” lebih berona daripada bergembira, dll.
8. Kalimat aktif (action words) lebih dinamis daripada kalimat pasif.

Gaya bicara dalam aktifitas public speaking tidak lah sama, hal tersebut sangat bergantung pada tempat, keadaan dan audiens yang dituju.public speaker yang berbicara didepan massa seperti saat kampanye tidak akan sama gaya bicaranya dengan public speaker yang berbicara didepan audiens pada suatu acara seminar. Salah satu contoh gaya bicara dalam public speaking adalah sebagai berikut :

Gaya Bicara di Radio

Ada yang bilang radio itu obrolan, maka gaya biciara di radio harus bergaya ngobrol, layaknya dua orang teman sedang ngobrol. Radio itu media yang bersifat pribadi. Karenanya, bicara di radio harus menggunakan gaya komunikasi antarpribadi dan menghindari gaya bicara formal.
Bicara di radio termasuk Public Speaking. Hanya pendengarnya tidak tampak di depan mata, audiens harus diasumsikan satu orang, hanya satu pendengar, dan dipandang sebagai teman baik sehingga gaya bicara kita pun akan akrab, hangat, dan ramah. Maka, saat berbicara di radio, seperti halnya penyiar (announcer), gunakan gaya bahasa obrolan, layaknya ngobrol dengan teman dekat dalam keseharian.
Salah satu contoh bagaimana gaya bicara di radio dapat kita melihat sebagaimana yang dilakukan Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt (FDR), dalam sebuah siaran radionya yang terkenal dengan “Fireside Chats”. Gaya bicara atau kampanye radio Roosevelt dipandang sangat baik dan efektif. Beberapa teknik Roosevelt saat itu adalah sebagai berikut :
1. Roosevelt memvisualkan atau memperlakukan pendengar sebagai pribadi-pribadi, tidak pernah sebagai sekumpulan orang banyak ( as individuals, never as a mass of people ). Ia membayangkan bahwa hanya satu orang yang menjadi pendengarnya, sebagai teman bicara dan teman baik.
2. Roosevelt memvisualkan pendengarnya sebagai teman yang bersamanya di meja makan malam ( the dinner table ). Meja makan malam merupakan tempat menciptakan suasana santai dan akrab untuk berbicara.
3. Roosevelt menyadari wajah dan tangan pendengar, juga pakaian dan rumahnya. Kian spesifik berpikir tentang pendengar, akan makin baik kontak Anda dengan mereka (The more spesific you are about your listener, the more you will connect).
4. Ekspresi suara dan wajah Roosevelt ketika berbicara merupakan ekspresi seorang teman akrab ( an intimate friend ). Nada suara Anda sangat berhubungan dengan ekspresi wajah. Senyum akan menghangatkan suara Anda, membuatnya terdengar hangat dan inviting ( mengundang ).
5. Ketika berbicara, kepala Roosevelt mengangguk dan tangannya bergerak secara alamiah, gerakan tubuh yang sederhana ( simple gestures ). Untuk menjadi komunikator yang powerful, Anda harus menggunakan seluruh tubuh. Gerakan dan bahasa tubuh ( body language ) menambah energi dan semangat bagi pembicaraan Anda.
6. Wajah Roosevelt penuh senyum dan ceria layaknya duduk di depan teman di meja makan malam bersama kawan karib atau teman kencan. Senyum adalah salah satu alat paling berpengaruh bagai pendengar Anda meskipun mereka tidak melihat Anda ( A smile is one of the most powerful tools you have to create rapport with your listener, even when the can’t see you! ) Maka, senyumlah ketika berbicara, bahkan ketika Anda tidak mau melakukannya sekalipun.

Dalam aktifitas public speaking, seorang public speaker senantiasa membuat evaluasi diri setelah selesai dia melakukan aktifitas public speakingnya. Beberapa hal yang mesti dia evaluasi menyangkut gaya dan sikap berbicara adalah sebagai berikut :
- Apakah suara saya sengau ?
- Apakah suara saya terdengar tidak konfiden ?
- Apakah suara saya terdengar over confident dan cenderung sombong ?
- Apakah suara saya hilang diujung kalimat ?
- Apakah artikulasi saya tidak jelas ?
- Apakah bicara saya terlalu jelas ?
- Apakah suara saya terlalu lemah ?
- Apakah suara saya seperti orang terjepit ?
- Apakah suara saya terdengar gugup ?
- Apakah cara berdiri saya kaku ?
- Apakah tangan dan anggota tubuh saya terlalu banyak bergerak ?
- Apakah mimik saya tegang ?
- Apakah mimik saya tidak serius ?
- Apakah saya kelihatan sombong/sinis ?
- Apakah saya overacting?`

Dengan mengevaluasi beberapa hal seperti diatas, seorang public speaker akan dapat mengukur kemampuannya, melihat dan menilai sendiri kelebihan dan kekurangannya sehingga dia dapat memperbaiki hal-hal yang keliru dia lakukan dalam aktifitas public speakingnya. Hal ini akan membuat public speaker tersebut tidak mentok dengan kualitasnya yang ada dan dia akan dapat terus berkembang menjadi public speaker yang lebih baik dan semakin baik.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

sangat berharga informasi anda. trims

Posting Komentar